Komisi VI Soroti Kekhawatiran ‘Right Issue’ Waskita Karya di 2022 Tidak Berjalan Optimal
Anggota Komisi VI DPR RI Hendrik Lewerissa. Foto: Munchen/Man
Komisi VI DPR RI menyoroti kekhawatiran aksi korporasi right issue BUMN PT Waskita Karya di tahun 2022 tidak berjalan optimal. Sebab, menurut, Anggota Komisi VI DPR RI Hendrik Lawerissa, hal itu didasari pada asumsi bahwa kinerja keuangan salah satu BUMN karya tersebut tidak begitu baik. Sehingga, dinilai membuat masyarakat yang ingin membeli saham Waskita Karya menjadi tidak tertarik.
Terlebih, realisasi right issue di 2021 hanya menyerap dana Rp1,5 triliun dari target Rp4 triliun. Sehingga, mengakibatkan porsi kepemilikan saham pemerintah meningkat dari 66,04 persen menjadi 75,35 persen, yang disebabkan karena adanya saham tak laku (undersubscribed).
“Karena itu, menurut saya, apa yang ditargetkan oleh Waskita terlalu progresif. Kalau bercermin dari right issue di 2021, seperti begitu realisasinya, apalagi di 2022. Terlalu progresif, saya kira lebih arif kalau target itu dibuat lebih konservatif dan realistis,” ujar Hendrik saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan Dirut PT Waskita Karya di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (14/2/2022).
Diketahui, BUMN yang memiliki core competence sebagai jasa konstruksi ini memiliki rencana right issue di tahun 2022 dengan dua opsi. Opsi pertama, persentase saham pemerintah tetap di angka 75,35 persen dengan konsekuensi membutuhkan dana baru, melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) dan right issue sebesar Rp3,9 triliun; atau opsi kedua, persentase saham pemerintah kembali ke angka 66,04 persen dengan konsekuensi membutuhkan dana baru, melalui PMN dan right issue sebesar Rp6,9 triliun.
Namun demikian, sebagaimana disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino, bahwa kondisi pasar secara umum masih ada kekhawatiran disebabkan kenaikan tingkat bunga global. “Maka, pertanyaannya adalah sejauh mana Waskita Karya yakin bahwa Rp3,9 triliun itu mampu untuk tercapai?” tanya Harris.
Jika opsi pertama right issue tidak tercapai karena adanya potensi risiko saham yang tidak laku (undescribed) sebesar Rp900 miliar, maka Harris mengkhawatirkan akan banyak proyek yang dikelola Waskita Karya akan terganggu secara perencanaan. “Tadi juga disebutkan bahwa perusahaan menerbitkan obligasi dan sukuk senilai Rp3,83 triliun. Ini belum ada penjelasan sama sekali. Timeline-nya bagaimana? Sehingga kami butuh konfirmasinya,” jelas Harris.
Diketahui, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Waskita Karya Taufik Hendra Kusuma mengungkapkan dalam paparan, dari sisi neraca keuangan perseroan, dengan adanya suntikan modal tersebut ekuitas berkode emiten WSKT ini telah membaik menjadi Rp20,13 triliun. Dari sisi current ratio telah membaik dari yang sebelumnya di bawah 1 saat ini sudah menjadi 1,75 yang disebabkan kas yang diperoleh cukup signifikan.
Sementara itu, debt to equity ratio (DER) juga meningkat menjadi 3,4 persen dan dinilai cukup aman bagi perseroan untuk sementara waktu. "Kas aktivitas operasi ini memang masih negatif sesuai dengan proyeksi yang dibuat tetapi nanti perlahan-lahan ini untuk 2022 kemudian juga nanti 2023 dan seterusnya diimbangi dengan proses divestasi yang mudah-mudahan on track sejauh ini masih kontrak ini kita akan memulai menjadi positif," jelasnya. (rdn/sf)